Senin, 14 November 2011

Asyiknya Angkringan, Nikmatnya Ratu Adil

Berita Indonesia - Di angkringan Ngayogyakarta, setiap pengunjung dimanjakan dengan aneka lauk dan jajanan. Silakan duduk di bangku panjang untuk berbagi dengan sesama pengunjung yang sama-sama mendaraskan kredo bahwa dirimu adalah apa yang kau santap.

Cukup meng-angkring-kan kaki atau mengangkat kaki seraya duduk di kursi, dari mahasiswa, buruh sampai tukang becak siap merayakan ritual bernaman "keplek ilat" dengan menyantap nasi kucing. Bentuknya seragam, nasi sekepal dibungkus daun pisang dengan lauk sambal bandeng dilengkapi oseng tempe. "Ketiban wahyu" di gerobak angkringan berbalut terpal oranye.

Nyeruput segelas "nrimo" dari kucuran air gerobak tiga teko, satu berisi air putih, satu berisi wedang jahe, satu lagi berisi teh kental. Sesama pengunjung saling berbagi situasi hidup yang terus memberat, karena produksi pangan yang terus terancam. Asyik angkringan mengingatkan setiap pengunjung bahwa nrimo berarti jengah dengan situasi namun tidak jua berdaya.

Nrimo adalah energi yang merevolusi diri. Tapi bagaimana? Kenyataannya, target produksi pangan Indonesia tahun 2011 terancam gulung tikar lantaran 43,8 persen atau 3,5 juta hektare saluran irigasi kini rusak. Penyebabnya? "Musim tanam yang mundur, ini juga karena hujan masih sedikit," kata Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir.

Asyik angkringan dihiasi tempe dan tahu goreng, tempe dan tahu bacem, macam-macam sate mulai dari sate usus, sate telur puyuh bacem, sate keong, sate kulit, sate (tempe) gembus, dan sate gajih sandung lamur. Ada jajanan: lentho, timus, combro?tanpa oncom, dan peyek. Nikmat lesehan di pinggir jalan.

Revolusi ala kuliner desa dimulai oleh Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Dari Cawas, Klaten Jawa Tengah, ia disebut-sebut mengintroduksi angkringan. Pairo piawai mengolah "rasa" bahwa nikmat hidangan kuliner dapat membawa pengunjung kepada janji datangnya Ratu Adil dengan mendompleng janji terciptanya harmoni.

Di asyik angkringan, pengunjung bersua dengan sesama wong cilik. Mereka bersiap mendemo elite politik yang mengatakan bahwa keselarasan (harmoni) adalah segalanya. Harmoni dimonopoli elite sementara Ratu Adil dipeluk kawula penikmat angkringan.

Di asyik angkringan, pengunjung dapat menikmati jadah bakar dan teh nasgitel (panas, legi, kentel), sementara elite terus menebar janji harmoni untuk melanggengkan kekuasaan. Bagaimana mungkin bicara berbusa-busa mengenai keselarasan bila kenyataannya, perut keroncongan dan tenggorokan kering kerontang. Waspadalah dengan kolonialisme kata-kata.

Joss aneka hidangan angkringan tak sekejam kondisi pangan awal 2012 yang menyimpan bom waktu. Produksi beras, jagung, dan kedelai dalam negeri pada 2011 diperkirakan melorot. Harga beras di dalam negeri terus meroket sementara upaya mengimpor beras dari Thailand tidak dapat diandalkan Negeri Gajah Putih itu tidak bisa panen satu musim, demikian sinyalemen Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik, Sihar Lumban Tobing.

Ngobrol ngalor-ngidul bersama sesama pengunjung di angkringan dapat terhenti lantaran target produksi pangan Indonesia tahun 2011 terancam gagal dan kondisi pangan awal 2012 menyimpan dinamit siap meledak.

Di arena kompetisi politik, beberapa lembaga survei mengumumkan hasil kerjanya masing-masing dengan memunculkan sejumlah nama calon presiden (capres) pilihan rakyat. Di tengah himpitan kesulitan ekonomi, masih ada yang menawarkan janji politis Ratu Adil akan kemakmuran dan kesejahteraan sosial masa depan.

Di gelanggang olahraga, ada pertanyaan mengusik, mampukah Indonesia keluar sebagai juara umum SEA Games (SEAG) XXVI yang bakal digelar 11-22 November mendatang di Palembang dan DKI Jakarta. Di gelanggang hukum, pemerintah akan menghentikan sementara (moratorium) terhadap pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi.

Angkringan dapat ditemukan di mana saja di sepanjang jalan di Jogja. Di Solo, sebutannya "hik", kepanjangan hidangan istimewa kampung. Keduanya sama-sama menawarkan nikmat Ratu Adil karena politik nyatanya tidak trengginas mengatasi soal-soal ekonomi kerakyatan.

Harmoni adalah Ratu Adil karena mendukung status quo. Ratu Adil datangnya belakangan, padahal wong cilik menghadapi masalah ekonomi super berat. Angkringan dan hik menawarkan hidangan siap saji. Sedangkan, Ratu Adil menawarkan harapan demi harapan yang berbau mistik. Tanpa bekal ide Ratu Adil, apakah pemberontakan bisa dimulai dari angkringan dan hik? Percaya saja bahwa rakyat miskin bakal punya asuransi.

Gusti Ora Sare? Setuju saja. Tapi kenyataannya, manusia itu serigala untuk manusia lain (Homo homini lupus) kata filsuf Thomas Hobbes. Kenyataannya, manusia hidup dengan lebih bahagia dan harmonis kalau dibiarkan saja, kata filsuf J.J. Rousseau. Sedangkan, liberalisme berkata perhatikanlah segala keperluan praktis orang lain demi menangguk sebanyak-banyak keuntungan bagi diri sendiri.

Nikmat Ratu Adil di tengah asyik angkringan mengerucut kepada nilai kebersamaan. Di mata eksistensialisme, aku dengan sesamaku saling memberi arti dan menyuguhkan nilai. Manusia pada hakekatnya bersifat sosial, kata filsuf Aristoteles dan disempurnakan oleh Thomas Aquinas. Aku memahami diri begini dan begitu dalam konfrontasi.

Mengamini yang berbeda berarti menerima diri sendiri apa adanya. Siapa mengoyak kebersamaan berarti membongkar aib diri sendiri. Ini magnet dari asyik angkringan.

Dan nasi kucing harganya Rp1.500, aneka gorengan Rp500, sate Rp1.000, wedang jahe Rp2.000, teh hangat Rp1.000. Kini, siapa mau nangkring di angkringan Ngayogyakarta?